Jakarta – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) membuka kemungkinan adanya kenaikan tarif cukai rokok pada tahun 2026. Namun, keputusan final akan ditetapkan setelah pemerintah memutuskan target penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa penentuan tarif cukai harus mempertimbangkan tiga aspek utama: kesehatan masyarakat, keberlangsungan industri, dan penerimaan negara.
“Baru ada, kan nanti ditentukan dulu target penerimaannya berapa. Terus baru dihitung untuk mencapai target itu gimana caranya,” ujar Nirwala dalam media briefing, Senin (08/09/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menunggu Penetapan Target APBN 2026
Nirwala menegaskan, pembahasan tarif cukai akan dilakukan secara komprehensif setelah APBN 2026 diketok. Target penerimaan negara akan menjadi acuan utama dalam menentukan besaran kenaikan tarif.
“Jadi diketok dulu APBN-nya, baru fix berapa targetnya. Dari situ baru dihitung langkah-langkah untuk membiayai APBN,” tambahnya.
Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah menargetkan penerimaan bea dan cukai sebesar Rp334,30 triliun, naik 7,7% dari perkiraan realisasi 2025 sebesar Rp310,35 triliun.
Dari jumlah tersebut, cukai menjadi penyumbang terbesar dengan target Rp241,83 triliun, disusul bea masuk Rp49,90 triliun, dan bea keluar Rp42,56 triliun.
Strategi Kebijakan Cukai 2026
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah menyiapkan sejumlah langkah strategis:
- Cukai Hasil Tembakau (CHT): Intensifikasi pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal.
- Bea Masuk: Penyesuaian tarif pada komoditas tertentu.
- Bea Keluar: Perluasan basis penerimaan, termasuk pada produk emas dan batu bara.
- Ekstensifikasi Barang Kena Cukai (BKC): Penambahan objek cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) mulai 2026.
Fokus Penindakan Rokok Ilegal
Pemerintah menegaskan bahwa pada 2025, pengawasan dan penindakan terhadap BKC ilegal, khususnya rokok ilegal, akan terus digencarkan.
Peredaran rokok ilegal dinilai menjadi salah satu faktor yang menekan penerimaan negara, selain pergeseran perilaku konsumen dan produsen ke produk tembakau yang lebih murah.
“Untuk menurunkan peredaran rokok ilegal sekaligus meningkatkan penerimaan negara dan daerah dari cukai, pemerintah akan memperkuat regulasi dan penegakan hukum, serta mengoptimalkan penggunaan pajak rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT),” tertulis dalam dokumen RAPBN 2026.
Dampak Kenaikan Cukai
Kenaikan tarif cukai rokok biasanya berdampak pada harga jual eceran (HJE), yang dapat memengaruhi konsumsi masyarakat dan kinerja industri tembakau.
Pemerintah mengklaim kebijakan ini juga bertujuan mengendalikan konsumsi rokok demi kesehatan publik, sejalan dengan target penurunan prevalensi perokok.
Ikuti perkembangan terbaru kebijakan fiskal dan cukai di kanal berita ekonomi kami untuk mendapatkan analisis mendalam dan data terkini.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
































