Belum reda gaduh kecurangan pada tahapan verifikasi faktual kini muncul kontroversi uji materi atas UU Pemilu terkait penerapan sistem proporsional terbuka pada Pileg 2024.
Apabila gaduh tahapan verifikasi didominasi pernyataan parpol-parpol yang gagal menjadi peserta pemilu, pro-kontra sistem proporsional terbuka bersumber dari kecaman maupun dukungan dari parpol parlemen. Kekisruhan ini muncul menutup tahun 2022.
Sistem proporsional terbuka menjadi perdebatan setelah enam orang warga mengajukan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU No7/2017 tentang Pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Warga yang terdiri atas Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, RIyanto dan Nono Marijono mendalilkan pasal yang mengatur penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten bertentangan dengan UUD 1945 karena membuka ruang politik uang.
Kegaduhan bermula dari pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang terkesan mendukung uji materi tersebut dan berharap pasal tersebut dibatalkan.
Alasan Hasyim, pelaksanaan sistem proporsional tertutup yang mengharuskan pileg cukup menampilkan lambang atau gambar partai, bukan nama-nama caleg, efektif untuk efisiensi biaya.
Pernyataan Hasyim menuai kecaman dari kalangan parpol dan aktivis.
Namun Hasyim menegaskan pernyataan tersebut bukan dukungan agar pileg digelar dengan sistem proporsional tertutup, tetapi sebatas wacana apabila bisa memilih, dia menilai proporsional tertutup lebih tepat.
Klarifikasi tersebut terlambat, selaku Ketua KPU, Hasyim diminta untuk cermat dan bijak mengeluarkan pernyataan.
Gaduh belum mereda lantaran Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut partainya yang dua kali menang pileg berturut-turut dalam pelaksanaannya menggunakan sistem proporsional terbuka mendukung apabila Pileg 2024 digelar dengan sistem proporsional tertutup.
Alasannya, proporsional tertutup menutup celah liberalisasi dan oligarki, sekaligus mendorong pengkaderan partai-partai.
Partai NasDem menolak keras pelaksanaan Pileg 2024 digelar dengan proporsional terbuka.
Alasannya proporsional terbuka membuka kesempatan bagi seluruh warga dari beragam latar belakang profesi untuk maju menjadi wakil rakyat.
Politikus Golkar Nusron Wahid malah menilai permohonan uji materi tidak tepat lantaran sudah pernah ditolak MK.
MK menolak uji materi sistem proporsional terbuka pada 2012 yang lalu pada masa Mahfud MD memimpin badan pengawal konstitusi.
MK menyatakan pileg menggunakan sistem suara terbanyak dan konstitusional. Artinya pileg tidak perlu menggunakan sistem nomor urut dalam proporsional terbuka.
“Sistem ini memilih wakil rakyat sesuai dengan pilihannya. Bila sekadar mencoblos logo dan nomor urut partai, rakyat seperti memilih kucing dalam karung,” tutur Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto. (*)