Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan.
Apabila dikaji melalui teori kewenangan di atas, Plt Wali Kota memperoleh kewenangan melalui mandat yang bersumber dari kewenangan atributif yaitu berdasarkan aturan perihal ketentuan mandat dan delegatif dari pejabat diatasnya yaitu Mendagri.
Karena mendapatkan perolehan kewenangan melalui mandat, Plt Wali Kota tidak memiliki kewenangan yang sama dengan pejabat definitif yang sedang digantikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai penerima mandat, Plt Wali Kota hanya bertindak untuk dan atas nama pejabat definitif yang digantikan atau pejabat di atasnya sebagai pemberi mandat dan keputusan akhir tetap berada pada pemberi mandat
Kewenangan yang dapat dijalankan oleh Plt Wali Kota hanya bersifat administratif seperti menandatangani dokumen yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh Wali Kota dan/atau tugas administratif lainnya serta melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh pejabat definitif yaitu Wali Kota yang sedang berhalangan menjalankan tugas.
Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (7) UU Administrasi Pemerintahan, menjelaskan bahwa kewenangan yang bersumber dari mandat tidak dapat mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang mempunyai dampak terhadap perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
Kemudian untuk menegaskan ketentuan mengenai batas dan kewenangan Plt Wali Kota yang dimuat dalam ketentuan UU Administrasi Pemerintahan, Badan Kepegawaian Negara melalui SK BKN 26/2016 menjelaskan bahwa pejabat pemerintahan yaitu Plh dan Plt yang memperoleh kewenangan melalui mandat untuk mengisi kekosongan jabatan pejabat definitif yang sedang berhalangan menjalankan tugas, tidak berwenang untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
Namun jika diperlukan, suatu kebijakan yang bersifat strategis yang harus diambil oleh Plt Wali Kota, maka Pasal 132 A ayat (1) PP 49/2008 bisa dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan yang bersifat stategis.
Ketentuan dalam pasal ini menjelaskan bahwa penjabat atau Plt Kepala Daerah yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan kembali menjadi calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, serta Kepala Daerah yang diangkat dari Wakil Kepala Daerah yang menggantikan Kepala Daerah dilarang:
- Melakukan mutasi pegawai;
- Membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;
- Membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan
- Membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Akan tetapi, menurut ayat (2) ketentuan pasal ini disebutkan bahwa 4 (empat) larangan tersebut dapat dikecualikan setelah memperoleh persetujuan atau izin tertulis dari Mendagri.
Namun Pasal 132 A ayat (1) PP 49/2008 masih belum membahas mengenai kewenangan Plt Kepala Daerah. Sehingga melalui Pasal 9 Permendagri 1/2018 perubahan atas Permendagri 76/2016, Mendagri memberikan satu pasal yang mengatur tugas dan kewenangan penjabat sementara atau Plt Kepala Daerah, yaitu:
- Memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
- Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
- Memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan Gubernur, wakil gubernur, Bupati dan wakil bupati, Wali Kota dan wakil Wali Kota definitif serta menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil;
- Melakukan pembahasan rancangan peraturan daerah dan dapat menandatangani peraturan daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri;
Melakukan pengisian kekosongan pejabat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.
Sampai disini sudah cukup jelas, bahwasannya Plt Wali Kota dibatasi kewenangannya melalui aturan yang mewajibkan untuk mendapatkan persetujuan Mendagri dalam hal keputusan yang bersifat strategis.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya