Oleh: Rifda Azizah Salim Mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fasilitas dan infrastruktur merupakan komponen vital dalam penyelenggaraan pendidikan berkualitas. Di era digital, kedua aspek ini bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi utama yang menentukan mutu proses belajar mengajar. Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih banyak sekolah yang menghadapi hambatan serius akibat keterbatasan fasilitas teknologi.
Urgensi Tes Kemampuan Akademik (TKA) bagi Siswa
Salah satu kegiatan akademik yang sangat bergantung pada kesiapan sarana adalah Tes Kemampuan Akademik (TKA). Bagi siswa kelas XII, TKA merupakan instrumen krusial untuk mengukur kesiapan mereka sebelum melangkah ke jenjang perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ujian ini tidak hanya menuntut penguasaan materi, tetapi juga lingkungan yang mendukung secara teknis maupun psikologis. TKA berperan sebagai indikator sejauh mana siswa siap menghadapi dunia akademik yang lebih kompleks. Sayangnya, pelaksanaan ujian ini sering kali tidak berjalan ideal saat sarana teknologi tidak mencukupi.
Studi Kasus: Tantangan di SMKN 2 Pangandaran
Kesenjangan akses teknologi pendidikan terlihat nyata dalam pelaksanaan TKA di SMKN 2 Pangandaran. Dengan total peserta sebanyak 105 siswa, sekolah ini menghadapi kendala infrastruktur yang signifikan:
- Kapasitas Terbatas: Sekolah hanya mampu menampung 20 hingga 25 siswa dalam satu sesi.
- Sistem Shift: Kondisi ini memaksa ujian dibagi menjadi empat sesi bergiliran.
- Dampak Psikologis: Waktu tunggu yang panjang berisiko meningkatkan kecemasan siswa.
- Beban Panitia: Guru dan panitia harus bekerja ekstra keras untuk menjaga kelancaran operasional sepanjang hari.
Hambatan Teknis Sistem Semi-Daring
Selain jumlah perangkat, tantangan teknis dalam sistem ujian semi-daring juga menjadi sorotan. Pelaksanaan TKA membutuhkan stabilitas pada:
- Server Lokal: Harus mampu menangani trafik data tanpa overload.
- Aplikasi Ujian: Memastikan tidak ada error saat pengerjaan.
- Koneksi Internet: Membutuhkan jaringan yang kuat dan stabil.
Meskipun pihak SMKN 2 Pangandaran telah melakukan pengecekan mendalam sehari sebelum ujian, risiko gangguan teknis tetap menjadi ancaman bagi konsentrasi siswa.
Belajar dari Transformasi Digital India dan Kenya
Persoalan keterbatasan fasilitas ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara telah berhasil menerapkan kebijakan strategis untuk mengatasi masalah serupa:
- India (Program Digital India): Pemerintah menyediakan bantuan komputer, tablet, dan konektivitas internet bagi ribuan sekolah di wilayah pedesaan untuk mempersempit kesenjangan digital.
- Kenya (One Laptop per Child): Meluncurkan program pemberian satu laptop bagi setiap siswa sekolah dasar guna membangun budaya literasi digital sejak dini.
Kedua negara tersebut membuktikan bahwa penyediaan teknologi adalah investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Mendorong Pemerataan Pendidikan Digital di Indonesia
Pengalaman SMKN 2 Pangandaran menjadi pengingat bahwa transformasi digital tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Dibutuhkan peran aktif dari berbagai pihak untuk menciptakan pendidikan yang inklusif:
- Pemerintah: Menjamin ketersediaan perangkat dan jaringan internet, terutama di wilayah luar perkotaan.
- Sektor Swasta: Kolaborasi melalui program CSR untuk mempercepat pemerataan fasilitas.
- Pendidik dan Siswa: Peningkatan literasi digital agar fasilitas yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.
Pemerataan akses teknologi bukan hanya soal kelancaran ujian, tetapi kunci utama dalam mempersiapkan generasi muda Indonesia bersaing di kancah global.
Mari dukung pemerataan fasilitas pendidikan! Apakah sekolah di daerah Anda memiliki tantangan serupa? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.





































