JAKARTA – Polemik dugaan penggunaan air sumur bor alih-alih mata air pegunungan oleh pabrik air kemasan Aqua di Subang, Jawa Barat, kini memasuki babak baru. Komisi VI DPR RI menyatakan akan segera memanggil pihak-pihak terkait untuk mendalami temuan yang meresahkan konsumen tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim, menegaskan bahwa pemanggilan ini bertujuan untuk mendapatkan klarifikasi dan data faktual.
Adapun pihak yang akan dipanggil mencakup PT Tirta Investama selaku produsen Aqua, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan LPKSM.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
”Sebagai langkah awal, Komisi VI DPR RI dapat memanggil pihak-pihak tersebut dan meminta keterangan berdasarkan data dan fakta terkait isu yang ramai di masyarakat atau konsumen air kemasan tersebut,” kata Rivqy kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).
Rivqy menekankan bahwa DPR tidak akan berhenti pada permintaan keterangan. “Dan akan dilanjutkan dengan menguji data-data yang diberikan tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada,” sambungnya.
Sidak Gubernur Ungkap Fakta Mengejutkan
Isu ini pertama kali mencuat setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik PT. Tirta Investama di Kabupaten Subang pada Senin (20/10/2025).
Dalam sidak tersebut, terungkap bahwa sumber air yang digunakan diduga kuat bukan berasal dari mata air pegunungan, seperti yang selama ini diyakini dan dipromosikan kepada publik.
Faktanya, pabrik tersebut ditemukan menggunakan air yang bersumber dari pipa bertekanan tinggi atau sumur bor dengan kedalaman mencapai 100 hingga 130 meter.
”Air ini bukan dari pegunungan seperti yang selama ini kita yakini, melainkan dari sumur bor,” ujar Dedi Mulyadi dalam keterangannya saat sidak.
Potensi Dampak Lingkungan dan Krisis Air
Temuan ini tidak hanya berpotensi merugikan konsumen, tetapi juga memicu kekhawatiran serius akan dampak lingkungan. Pengambilan air tanah secara masif dapat menimbulkan berbagai risiko bencana.
Ancaman Penurunan Muka Tanah
Dedi Mulyadi memaparkan, eksploitasi air tanah dalam skala besar dapat berujung pada risiko penurunan muka tanah (land subsidence), longsor, hingga krisis air bersih bagi masyarakat sekitar.
Kekhawatiran ini beralasan, mengingat pihak perusahaan menjelaskan bahwa volume air yang diambil dari sumur bor tersebut mencapai sekitar 2,8 juta liter per hari.
Kritik ‘Bahan Baku Gratis’
Gubernur yang juga mantan Bupati Purwakarta itu turut menyoroti aspek ekonomi dari operasi perusahaan. Ia menyayangkan bagaimana perusahaan mendapatkan bahan baku utamanya (air) secara gratis dari alam, sementara industri lain harus membeli bahan baku mereka.
”Itu diperoleh secara gratis. Kalau pabrik semen, kain, otomotif, mereka harus beli bahan baku. Kalau perusahaan ini, bahan bakunya enggak beli,” ucap Dedi.
Ia menegaskan, eksploitasi ini tidak boleh mengorbankan kebutuhan dasar masyarakat. “Jangan sampai air dari sini diangkut dan dijual mahal, sementara masyarakat sekitar kekurangan air bersih,” lanjutnya.
DPR Tegaskan Komitmen UU Perlindungan Konsumen
Menanggapi temuan tersebut, Komisi VI DPR RI berfokus pada aspek perlindungan konsumen. Rivqy Abdul Halim menegaskan komitmen DPR untuk memastikan pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen berjalan konsisten dan adil.
“Kami ingin memastikan UU Perlindungan Konsumen dilaksanakan dengan komitmen dan konsistensi yang penuh,” ungkap Rivqy.
Ia memperingatkan bahwa jika terbukti ada pelanggaran, sanksi tegas harus diterapkan dan hak konsumen yang dirugikan harus dipulihkan.
“Siapapun yang melanggar harus diberikan sanksi dan masyarakat atau konsumen yang dikorbankan mesti mendapatkan ganti rugi,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, publik masih menantikan pernyataan resmi dari PT Tirta Investama terkait temuan di pabrik Aqua Subang dan rencana pemanggilan oleh DPR RI.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.




























