JAKARTA – Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera menyatakan mendukung apapun keputusannya asal mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, seperti wacana memajukan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
“Kalau kepala daerahnya kelamaan dilantik, yang ada Pj (Penjabat) kepala daerah, kami sangat khawatir,” kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/08/2023).
Mardani menyebut bahwa kekosongan posisi gubernur, yang mungkin terjadi, memiliki berbagai kelemahan daripada kelebihannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini terlihat mulai dari tahap pemilihannya yang tidak ada partisipasi publik di dalamnya.
“Ada yang dari tempat misal TNI/Polri yg tidak perlu masuk (tapi) dia masuk, kemudian dia tidak ada pemilihan, kemudian penunjukannya beberapa mengatakan ini gelap, tertutup,” jelasnya.
Untuk itu, Mardani menyebut dengan dimajukannya Pilkada dua bulan, masyarakat dapat melihat kelayakan pemimpin daerah mereka serta pelantikan serentak yang sejak dulu direncanakan pun dapat terwujud.
“Kami sih suka saja, tinggal hati-hati saja,” ungkapnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Daud Liando menyebut dengan dimajukannya jadwal Pilkada 2024 dapat menjadi solusi untuk menghindari adanya sengketa hasil pilkada.
Tindakan memajukan pilkada bisa menghindari proses sengketa hasil yang diperkirakan akan memakan waktu lebih dari satu tahun.
“Pengalaman pada pilkada-pilkada sebelumnya banyak proses di MK memakan waktu hampir setahun,” kata Ferry di Jakarta, Rabu (23/08/2023) lalu.
Ferry lantas menjelaskan bahwa dengan tidak diaturnya masalah pelantikan serentak dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada justru menghilangkan makna dari kebijakan itu sendiri.
Maksudnya, aturan dalam konstitusi tersebut justru menghapuskan esensi dari kesamaan periodisasi mulai dari sejak dilantik hingga berakhirnya masa jabatan.
Akibatnya, tindakan ini justru akan mengacaukan keseluruhan rencana kerja pemerintah, baik pusat maupun daerah, secara vertikal.
Apalagi mengingat bahwa pemerintah daerah sendiri bertumpu pada aturan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Jika RPJMD tidak disusun dalam waktu bersamaan, maka penjabaran program pemerintah pusat di daerah kerap tidak efektif,” jelasnya. (*)