Sejumlah pegawai honorer yang bekerja sebagai pegawai Pemerintah Kota Bekasi mengeluhkan adanya potongan gaji yang dilakukan secara langsung administratif untuk pembayaran Zakat Fitrah melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bekasi.
Pemotongan ini disebut dilakukan tanpa adanya persetujuan secara individu, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dan perasaan dirugikan bagi sejumlah pegawai.
Salah satu pegawai honorer berinisial TF mengungkapkan bahwa gajinya dipotong sebesar Rp 47 ribu untuk pembayaran Zakat Fitrah melalui BAZNAS.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut TF, menunaikan Zakat Fitrah seharusnya melalui prosesi akad antara pemberi dan penerima sesuai dengan syariat, namun pemotongan dilakukan langsung tanpa konsultasi.
“Pemberian Zakat Fitrah itu seharusnya ada akad, antara pemberi dan penerima sesuai syarat yang berlaku. Tapi dalam kasus ini, gaji kami sudah langsung dipotong dengan angka yang ditentukan,” ungkap TF dalam keterangannya kepada rakyatbekasi.com, Selasa (18/03/2025).
Lebih lanjut, TF menjelaskan bahwa setelah dipotong, para pegawai kontan menerima secarik karcis berlogo BAZNAS Kota Bekasi sebagai tanda bukti pembayaran Zakat Fitrah.
Namun, ia menyayangkan metode pemotongan ini, mengingat status tenaga honorer di Pemkot Bekasi yang sudah terbatas secara penghasilan.
“Ini yang kami keluhkan. Banyak pegawai honorer yang sudah memiliki pendapatan pas-pasan harus menyumbangkan Zakat Fitrah dengan cara seperti ini. Bahkan, pegawai dengan status PNS pun mengalami pemotongan yang sama,” tuturnya.
TF menuturkan bahwa ia sudah mencoba mencari kejelasan mengenai hal ini kepada bagian Tata Usaha (TU) di salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tempat ia bekerja.
Namun, pihak TU menyatakan bahwa pembayaran Zakat Fitrah melalui pemotongan gaji sudah menjadi kewenangan BAZNAS.
“Setiap OPD diberikan kupon atau karcis, dan kemudian gaji kami dipotong. Seharusnya ini tidak dilakukan secara sepihak, tetapi dikembalikan kepada individu sesuai syariat. Karena jika seperti ini, rasanya seperti sumbangan yang dipaksakan. Pemaksaan seperti ini seharusnya tidak dilakukan,” keluhnya.
Merasa keberatan dengan sistem pemotongan gaji langsung untuk pembayaran Zakat Fitrah Baznas ini, TF berharap hal tersebut segera dievaluasi oleh pihak terkait.
Pada dasarnya, kata dia, TF menginginkan agar kebijakan semacam ini dilakukan dengan dasar persetujuan individu, sehingga tidak menimbulkan rasa keberatan di kalangan pegawai.
“Sebagai pegawai, kami mendukung pemberian Zakat Fitrah untuk membantu yang membutuhkan. Namun, mekanisme seperti ini tidak sejalan dengan semangat kesukarelaan yang seharusnya menjadi prinsip dasar dalam berzakat,” tutup TF.
Kasus ini menjadi sorotan akan pentingnya transparansi dan komunikasi yang lebih baik antara pemerintah daerah, lembaga zakat, dan pegawai.
Pemberian Zakat Fitrah, yang merupakan kewajiban umat Islam, seharusnya dilakukan dengan penuh kesadaran, kerelaan dan tentunya sesuai dengan syariat, bukan melalui pemotongan sepihak yang berpotensi menimbulkan ketidakpuasan.
Pemerintah Kota Bekasi dan BAZNAS diharapkan dapat meninjau kembali kebijakan ini, memastikan bahwa prosedur pelaksanaan zakat lebih adil dan sesuai dengan prinsip syariat. Ke depan, evaluasi menyeluruh dan keterlibatan aktif dari semua pihak diharapkan dapat mencegah polemik serupa terjadi kembali.