Kota Bekasi – Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dipimpin oleh Gubernur Dedi Mulyadi untuk menghapus tunggakan Pajak Bumi Bangunan (PBB) selama setahun terakhir mendapat respons keras dari DPRD Kota Bekasi. Usulan ini dinilai tidak tepat waktu dan berpotensi memberatkan keuangan daerah, terutama saat realisasi PBB di Kota Bekasi sedang menunjukkan tren positif.
Menurut Ketua Komisi 3 DPRD Kota Bekasi, Arif Rahman Hakim, kebijakan penghapusan tunggakan ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat.
“Ini kan sudah di pertengahan tahun. Sebagian masyarakat sudah ada yang membayar tunggakan PBB, sementara yang lain mungkin masih menunggak tapi sedang berusaha melunasinya. Jangan sampai ini menimbulkan kecemburuan antarwarga,” ungkapnya saat menghadiri Upacara HUT RI ke-80 di Alun-alun M. Hasibuan, Minggu (17/08/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Realisasi PBB Terus Meningkat, DPRD Khawatir Anggaran Daerah Terganggu
Realisasi pendapatan daerah dari sektor PBB menjadi salah satu prioritas utama Pemerintah Kota Bekasi.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi, per tanggal 14 Agustus 2025, realisasi PBB telah mencapai 64,61% dari target yang ditetapkan.
Angka ini melebihi target sementara sebesar 56,41%, menunjukkan kinerja yang cukup baik dalam penerimaan pajak daerah.
Arif Rahman Hakim menilai, kebijakan penghapusan tunggakan ini akan mengganggu keseimbangan kas daerah.
“Mungkin kebijakan ini perlu kita kaji ulang dan pelajari lebih lanjut di Komisi 3. Kami akan menelaah agar tidak menjadi persoalan baru,” tambahnya.
DPRD Merasa Dijadikan ‘Tumbal’ Kebijakan Populis Gubernur
Politikus dari Fraksi PDI Perjuangan ini juga menyayangkan waktu pelaksanaan kebijakan yang dianggapnya tidak tepat.
“Kalau tunggakan dihapus sekarang, ini sangat disayangkan. Kami menghargai kebijakan Pak Gubernur, tetapi ‘bola panas’ ini ada di wilayah kami,” tegasnya.
Arif merasa khawatir jika DPRD Kota Bekasi menolak kebijakan tersebut, mereka akan dianggap tidak pro-rakyat.
“Jadi jangan sampai nanti ada gambaran kalau kita menolak ini, kita yang dianggap salah dan tidak pro masyarakat. Yang mendapat simpati dan citra positifnya Gubernur, sedangkan kami yang mendapat ‘boomerang’nya. Gubernur mencari simpati dengan cara-cara seperti ini,” cetusnya.
Ia berpendapat, Gubernur seharusnya melihat situasi secara universal, karena setiap daerah memiliki persoalan dan kondisi yang berbeda.
“Ini sangat-sangat kami sayangkan. Beliau sepertinya tidak mengerti mengapa pembahasan ini harus ada di pertengahan tahun, sementara realisasi PBB kami masih on the track,” tutup Arif.
Dengan adanya polemik ini, Komisi 3 DPRD Kota Bekasi berencana melakukan kajian lebih mendalam untuk menemukan solusi terbaik, yang tidak hanya menguntungkan masyarakat, tetapi juga menjaga stabilitas fiskal daerah.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.





























